Akselerasi tren digitalisasi di Indonesia yang diwarnai menjamurnya perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi memberikan warna baru bagi perkembangan industrialisasi di tanah air dalam 1 dekade terakhir. Maraknya perusahaan startup macam GoJek, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Tiket.com, Traveloka, dan lain-lain otomatis membutuhkan banyak sumber daya manusia bidang information technology (IT) yang tak hanya siap pakai, tapi juga benar-benar memiliki kompetensi untuk beradaptasi di fenomena baru pasar kerja ini.
“Dalam tiga tahun terakhir. lowongan pekerjaan sektor IT selalu berada pada posisi tiga besar bila dibandingkan dengan profesi bidang lainnya. Fakta ini terungkap pada statistik lowongan yang ada pada empat job portal yang menjadi mitra Program Kartu Prakerja,” kata Direktur Operasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Hengki Sihombing saat menjadi salah satu pembicara pada ‘Indonesia Tech Summit 2022’ yang digelar Lembaga Pelatihan Praktikum, Sabtu, 10 Desember 2022.
Tampil dalam sesi bertema ‘How Digital Transformation Will Reshape Indonesia’, Hengki menyatakan dukungannya pada Visi ‘Roadmap to 2 Million Information Technology Professionals’ yang dicetuskan forum ini. Ia berpendapat, dua juta profesional bidang IT di Indonesia sudah menjadi sebuah keniscayaan, tinggal bagaimana memastikan dua juta talenta itu benar-benar berkualitas. “Di Indonesia, yang namanya talenta digital itu sangat banyak tetapi yang bagus tidak banyak. Karena itu, fenomena bajak-membajak itu lumrah terjadi, dalam rentang tiga tahun para pekerja kerap pindah ke perusahaan yang lebih besar,” urainya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan memproyeksikan, kebutuhan tenaga kerja sektor IT terus meningkat sejak 2022 hingga 2025. Tahun ini saja, kebutuhan tenaga kerja sektor IT sebanyak 1,23 juta orang. Jumlah itu diperkirakan naik 21,4% menjadi sebanyak 1,49 juta orang pada 2023 1,74 juta orang pada 2024, dan menjadi 1,98 juta orang pada setahun setelahnya.
Menurut jabatannya, kebutuhan untuk posisi network operation access menjadi yang terbesar hingga 1,23 juta orang pada 2022. Kebutuhan tenaga kerja di posisi network operation backbone dan software engineer menyusul dengan jumlah masing-masing sebanyak 235.541 orang dan 109.047 orang. Meski demikian, jumlah talenta IT di tanah air masih jauh dari permintaan, baik dari kualitas maupun kuantitas. Pada 2020, Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika memperkirakan hanya ada 430 ribu lulusan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) di Indonesia.
Hengki meyakini, dengan bertambahnya supply profesional lebih banyak, persaingan untuk merekrut talenta IT akan terjadi dengan lebih sehat. Karena itulah, Program Kartu Prakerja menyediakan berbagai pelatihan bidang IT, untuk mempersiapkan munculnya talenta-talenta baru di dunia yang serba digital ini, “Meningkatnya jumlah talenta IT profesional otomatis akan meningkatkan ekonomi digital Indonesia,” katanya.
Menurut Hengki, ada tiga indikator yang perlu dipahami dalam transformasi digital yaitu manusia, teknologi, dan data. Tiga hal itu memiliki makna yang sama pentingnya. “Dari sesi manusia, harus siap untuk perubahan mindset, mengubah kebiasaan, baik cara bekerja maupun cara berusahanya,” kata Hengki. Demikian pula dari sisi teknologi digitalisasi dan data. Ia menekankan, transformasi digital akan berjalan jika tiga variabel diatas komplet.
Menghadapi ancaman resesi dan ketidakpastian ekonomi imbas konflik Rusia-Ukraina, Hengki mengutarakan, hanya ada dua cara mengantisipasinya. Pertama, dari sisi korporasi sebisa mungkin akan banyak melakukan penghematan alias pengurangan atas biaya yang menimbulkan inefisiensi. Kedua, dari sisi sumber daya manusia, harus terus melakukan berbagai upaya peningkatan skill. “Saya percaya, ada masa resesi, pasti ada juga masa pull-up. Banyaklah belajar, ambil skill-skill baru, yang mendukung kemajuan kita saat masa pascaresesi tiba,” ungkapnya.
Saat membuka forum ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga menegaskan dukungannya pada Visi ‘Roadmap to 2 Million IT Professionals’. “Indonesia perlu 9 juta talenta digital sebelum 2030, yang harus diselaraskan dalam konsep kewirausahaan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Sandy Kusuma menekankan, perubahan teknologi yang terjadi dari tahun ke tahun tentunya membuka lapangan kerja baru. Menurutnya, kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan teknologi yang ada dengan menambah pengetahuan dan skill. “Ada teknologi baru tentu ada job positioning baru, dan kita harus memiliki skill tambahan untuk menghadapinya,” tegas Sandy.
Editor. (HK)
Sumber. Prakerja.go.id